SELAMAT DATANG SOBAT !!!! Terimakasih telah berkunjung ke ABADIORKES

4.19.2023

Plate Menghilang di Berita Media Grup

Menkominfo Johnny Gerard Plate saat konferensi pers di Kejagung
Menkominfo Johnny Gerard Plate ketika konferensi pers di Gedung Kejagung
Sumber: Tribunnews.com


Berita tentang Johnny Gerard Plate (JGP), Menteri Komunikasi dan Informatika RI, mendadak sepi di pemberitaan Media Grup sepanjang kuartal I 2023 ini. Berbeda dengan eksposur terhadap JGP sebelum-sebelumnya di konglomerasi media itu. 

Bahkan di tiga bulan terakhir, para awak Media Grup luput meliput peristiwa penting yang bernilai berita tinggi tentang JGP. Misalnya saja, peristiwa pemeriksaan JGP yang berlangsung dua kali di Kejaksaan Agung. Pertama di 14 Februari 2023 dan kedua pada 15 Maret 2023. JGP diperiksa atas kasus hukum pengadaan Base Transceiver Station (BTS) 4G Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). 

Dari hasil pencarian berita di medcom.id dan mediaindonesia.com dengan penggunaan tag (label) Johnny-G-Plate, Johnny-Gerard-Plate dan Kominfo sepanjang 1 Januari – 24 Maret 2023, ditemukan medcom.id maupun mediaindonesia.com tidak mempublikasi peristiwa pemeriksaan JGP. Baik medcom.id dan mediaindonesia.com ternaung dalam usaha bisnis Media Grup. 




Kondisi tersebut berbeda jauh dengan derasnya publikasi berita di media massa lain. Kompas.com, misalnya. Dengan penggunaan tag Johnny-G-Plate, muncul 49 berita. Hampir semua berita, berisi tentang kasus BTS 4G Bakti Kominfo. 

Sementara pencarian dengan penggunaan tag menkominfo, ada sebanyak 40 berita. Hasil tersebut berdasarkan publikasi sepanjang 1 Januari – 24 Maret 2023 di Kompas.com. 

Pada peristiwa pemeriksaan JGP pertama di 14 Februari 2023, ada dua berita berita dengan tag menkominfo, yang diterbitkan Kompas.com. Sementara jika pencarian menggunakan tag Johnny-G-Plate, maka ditemukan ada 6 pemberitaan yang berkaitan dengan pemeriksaan JGP pada 14 Februari 2023. 

Pada peristiwa pemeriksaan kedua JGP di tanggal 15 Maret 2023, ada 14 berita yang diproduksi Kompas.com dengan tag Johnny-G-Plate. Sedangkan dengan menggunakan tag menkominfo, ditemukan ada 15 berita produksi Kompas.com yang berkaitan dengan pemeriksaan kedua JGP. 

Selain menggunakan tag menkominfo dan Johnny-G-Plate, Kompas.com juga menggunakan beberapa tag lain demi memudahkan pencarian masyarakat atas perkembangan kasus tersebut, Seperti tag, johnny-g-plate-diperiksa-kejagung, johnny-g-plate-kasus-bts-4g, menkominfo-jhonny-g-plate-diperiksa-dalam-kasus-bts-4g, dan menkominfo-diperiksa-kejagung

Banyaknya pemberitaan pemeriksaan JGP di Kejagung berbanding terbalik dengan medcom.id dan mediaindonesia.com, yang sama sekali tidak memberitakan dua kali pemeriksaan JGP. Terlalu naif jika kita mengatakan bahwa awak Media Grup tidak mengetahui jadwal pemeriksaan JGP. 

Pasalnya, pemberitahuan jadwal pemeriksaannya di Kejagung begitu kencang, bahkan disiarkan di banyak media massa. Media Grup juga, seperti diketahui, mengguankan sistem kerja ngepos

Media Grup memiliki wartawan yang diplot untuk meliput di Kejagung. Seharusnya mereka juga sudah mengetahui jadwal pemeriksaan JGP. 

Tetapi, kenapa dua peristiwa pemeriksaan JGP, luput dari wartawan Media Grup? Mengapa Media Grup tidak memberitakan peristiwa penting yang memiliki nilai berita (news value) itu? 

Konsekuensi Etika tidak Memberitakan Layak Berita 
Tulisan ini tentu tidak ingin mengobok-obok agenda setting Media Grup. Juga tidak mempertanyakan kepentingan pemilik modal atas berita yang berkaitan dengan pemeriksaan JGP. Ataupun mencoba menginterupsi ideologi Media Grup. Tidak! 

Hanya saja, menjadi sebuah lelucon saja ketika Media Grup, seperti medcom.id dan mediaindonesia.com tidak mempublikasi peristiwa yang memiliki news value. Ketika media massa lain, berlomba-lomba memberitakan perkembangan JGP ke masyarakat. 

Dalam buku Jurnalistik Dasar: Jurus Jitu Menulis Berita, Feature, Biografi, Artikel Populer, dan Editorial (Khoirul Muslimin: 2019), setidaknya ada 10 kriteria nilai berita yang dijadikan acuan untuk menilai apakah sebuah peristiwa layak diliput dan dijadikan berita atau tidak. 

Nilai-nilai berita tersebut adalah, penting (significance), aktualitas (timeliness), pengaruh (magnitude), kedekatan (proximity) dan dampak atau akibat (impact). Lalu nilai berita, ketokohan (prominence), konflik (conflict), ketertarikan manusia (human interest), keluarbiasaan (unusualness) dan kekinian (currency). 

Hampir seluruh nilai-nilai berita ini memenuhi kriteria dalam peristiwa dua kali pemeriksaan JGP di Kejagung. Bisa jadi, wartawan Media Grup sebenarnya sudah melakukan peliputan di lapangan, tetapi tidak dipublikasi kantor berita medcom.id dan mediaindonesia.com. Jangan-jangan disensor! 

Menurut Teori Hirarki Pengaruh Media Massa yang digagas Pamela J. Schumacher dan Stephen D. Reese (1996), ada 5 faktor yang mempengaruhi produksi berita. Kelima faktor itu adalah individu si wartawan, rutinitas media, organisasi media, eksternal organisasi media dan sistem sosial atau ideologi. Maka itu, mengacu teori ini, hasil liputan seorang wartawan berpotensi untuk tidak dipublikasi dalam bentuk berita, meskipun informasinya dibutuhkan masyarakat dan memenuhi nilai-nilai berita. 

Persoalannya sampai saat ini, belum ada konsekuensi etika atas tidak dipublikasikannya peristiwa yang layak nilai berita. Kode etik jurnalistik, hanya mengantur etika yang berkaitan dengan konflik kepentingan, proses peliputan dan isi berita. Itupun hanya ditujukan untuk wartawannya saja. 

Padahal proses produksi berita ditentukan 5 faktor tadi. Perusahaan media massa sebagai pilar keempat demokrasi, seharusnya bisa menjadi saluran publik untuk mendapatkan informasi, termasuk informasi pemeriksaan seorang menteri seperti JGP, dalam perkara hukum. 

Karena bagian dari pilar demokrasi, sudah sepatutnya perusahaan media massa juga ikut melaksanakan amanah Undang-Undang Dasar 1945. Di Pasal 28 F UUD 1945 disebutkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memperoleh informasi. 

Pilihan Media Grup untuk tidak memberitakan peristiwa yang berkaitan dengan publik tentu tidak senafas dengan amanah UUD 1945 tadi. Meskipun pilihan tersebut, merupakan sikap yang paling aman, dibandingkan harus menerbitkan berita yang tidak sesuai dengan fakta peristiwa. 

Hanya saja, pilihan untuk “diam” ini terkesan memiliki konflik kepentingan. Konflik kepentingan jurnalisme saat ini, bukan saja terletak di sisi pemberitaannya, tetapi juga ada di penentuan terbit atau tidaknya suatu berita. 

Di tengah industrialisasi media massa saat ini, media massa bukan sekedar arena pertarungan narasi dan opini dari pihak satu dengan pihak lain seperti yang disebutkan oleh Denis McQuail (2000). Tetapi media massa saat ini sebagai arena pertarungan kepentingan media massa itu sendiri dengan kepentingan publik. 

Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam bukunya berjudul The Elements of Journalism, menyebutkan bahwa salah satu elemen jurnalisme adalah beperan sebagai pemantau independen kekuasaan dan hanya setia (loyal) kepada publik. Jurnalisme harus melayani serta memberikan informasi yang akurat dan tepercaya kepada masyarakat. 

Karena itu, media massa sudah seharusnya memiliki kewajiban memberitakan peristiwa yang menyangkut kebutuhan publik dan mengontrol jalannya kekuasaan lewat pemberitaan. Agar kewajiban tersebut bisa dijalankan, maka media massa perlu diwajibkan memiliki ombudsman. 

Saat ini tidak banyak media massa yang memiliki ombudsman. Ombudsman pers dapat berfungsi sebagai wadah aspirasi dan keluhan masyarkat terhadap media tersebut. Ombudsman ini juga berperan melakukan pengawasan atas kerja-kerja jurnalistik. 

Dalam persoalan di medcom.id dan mediaindonesia.com, ombudsman bisa meminta penjelasan, kenapa redaksi portal berital Media Grup tersebut, sampai “kebobolan” memberitakan dua peristiwa pemeriksaan JGP. Dewan Pers, sebagai lembaga independen yang mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik dan mengurus pendataan perusahaan pers, bisa mewajibkan setiap perusahaan media massa, membentuk ombdusman di masing-masing media. 

Dewan Pers bisa memasukkan kriteria kepemilikan ombudsman pers dalam memverifikasi secara administratif dan faktual perusahaan media massa. Strategi ini tidak akan menimbulkan benturan atas narasi pengekangan pers, kebebasan berekspresi ataupun anti demokrasi. 

Karena ombudsman pers sendiri dibentuk dengan tujuan untuk memastikan setiap perusahaan pers memiliki loyalitas kepada publik. Adanya ombudsman pers akan menciptakan ruang public (public sphere) yang dikonsepsikan Habermas, agar bisa lebih demokrasi.

-HRS-

1.03.2018

Wawancara "Penasehat Bahasa" Ivan Lanin

Jika Bahasa Indonesia, Asing di Negeri Sendiri

Fotografer: Agriana Ali (Eva)


Berbicaralah dengan Bahasa Indonesia yang baku di depan Ivan Lanin, jika tidak ingin ditegur “Penasehat bahasa” ini. Pengalaman itu aku rasakan ketika wawancara Ivan di kediamannya, Kebayoran Lama bulan Desember lalu. Ketika terdengar desingan mesin dari luar rumah Ivan, aku celetuk. “Ada foging yah Bang.” Dengan spontan Ivan menjawab

10.19.2017

Jejak Akuisisi Bank Muamalat

Sumber: gatra.com

Menunggu Juru Selamat Bank Muamalat (Bagian I)

---Kinerja bank Muamalat yang memburuk, diharapkan bisa teratasi dengan masuknya modal baru senilai Rp 8 trilyun. PT Asabri hingga keluarga Habibie dikabarkan siap menjadi investornya.---

Dasi berwarna ungu menjadi penanda, jika hari itu Achmad Kusna Permana resmi menjadi bagian dari keluarga Bank Muamalat. Menghadiri acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar Selasa, 20 September lalu di Hotel Pullman, Jakarta.

Achmad resmi ditunjuk sebagai pejabat sementara direktur utama bank yang memiliki warna khas ungu itu. “Pakai dasi ini kan menyesuaikan, di mana bumi dipijak,” katanya. 

Achmad yang sebelumnya menjabat Direktur Unit Usaha Syariah Bank Permata ini menggantikan Endy Pattia Rahmadi Abdurrahman yang sudah menjabat selama 3 tahun.

Usai mengikuti RUPSLB Bank Muamalat, Achmad